Restoran Campur-campur ala Shanghai



Kumpulan kandang ayam berwarna merah bergelantungan di atas restoran yang terletak di sisi selatan Gandaria City, Jakarta. Nama restoran itu Fook Yew. Jika dibaca sepintas, terdengar seperti ungkapan kasar dalam bahasa Inggris. Tapi arti sebenarnya dalam bahasa Cina adalah keberuntungan dan keberkahan.

Interior dalam restoran mengadaptasi kebudayaan populer Cina dan Jepang. Ada kucing pembawa keberuntungan khas Jepang, Maneki-neko. Tingginya lebih dari 2 meter, duduk di sudut restoran. Di dinding besar bagian belakangnya ada gambar seorang laki-laki bertelanjang dada, membawa sumpit, dan menunjuk dengan dua jari. Di belakang laki-laki itu ada motif logo kamikaze, lamban.

Fook Yew tertulis dalam kaligrafi Cina pada dinding itu. Susunan meja dan kursinya cukup unik. Tidak ada kursi dengan bentuk yang sama dalam satu meja. Warnanya pun berbeda-beda.

Pelayan bernama Ali langsung merekomendasikan minuman khas di tempat itu, yaitu bubble tea. Minuman yang berasal dari Taiwan ini sebenarnya sudah lama ada di Jakarta. 

Fook Yew memiliki 10 jenis bubble tea. Saya mencoba The Last Emperor seharga Rp 35 ribu. Di dalamnya terdapat kacang merah dan taro. Taro merupakan umbi-umbian. Rasanya manis, segar, dan susunya sangat terasa.

Seperti interior restorannya, makanan yang ada dalam menu juga campur-campur. “Restoran ini mengadaptasi bistro di Shanghai, tapi menunya fusion,” kata Ali. Sebagai menu pembuka, ia merekomendasikan jagung yang dicampur dengan telur asin. Ketika terhidang, penampakannya sangat sederhana. Warnanya kuning kecokelatan. Aroma telur asin langsung tercium.

Saat memakan menu pembuka itu, ada gurih dari serpihan tepung yang seperti rengginang. Asin dan manis bercampur dengan sempurna. Entah karena memang favorit atau berdasarkan rekomendasi, hampir di seluruh meja ada hidangan ini. Untuk makanan pembuka kedua, saya mencoba tahu dengan saus ala Thailand. Bau sausnya wangi dan ada rasa manis-asam. “Kami pakai irisan kecombrang,” katanya. Di Thailand, tumbuhan rempah ini disebut kaalaa.

Saat menyumpit tahu, kulit tahu yang tergoreng dengan tepung langsung terbelah. Tekstur tahunya sangat lembut. Gurih. Dengan dicampur saus, rasa asam-manis paling terasa di lidah. Fook Yew juga memiliki menu pembuka yang sangat khas Shanghai, yaitu xiao long bao. Makanan ini bentuknya seperti bakpao, tapi memiliki kulit yang tipis seperti pangsit.

Memakannya saat masih panas, dan, ketika menggigitnya, kuah dalam isian akan lumer di mulut. Dalam satu piring pesanan ini terhidang lima xiao long bao dengan lima warna berbeda. Setiap warna mewakili isi yang berbeda, yakni ada ayam, kepiting, sawi, sapi, dan jamur. Saskia, 28 tahun, seorang pengunjung, menyukai makanan yang termasuk dalam kategori dim sum ini.

Ia juga mencoba nasi goreng Fook Yew. Isinya mirip dengan menu utama, memakai telur asin dan jagung. “Asinnya pas,” katanya. Bersama tiga temannya, Saskia juga memakan sayur kailan yang dimasak dalam dua jenis berbeda dalam satu piring. Yang satu ditumis, yang lain digoreng kering. “Sebenarnya bukan makanan baru, tapi saya suka bumbunya,” katanya.

Kalau ingin menambah lauk, Anda bisa mencoba cumi goreng tepungnya. Makanan standar. Tapi sausnya memakai madu. Cumi digoreng tidak terlalu keras dan rasanya asin-manis. Terakhir, sebagai penutup, kalau tidak terlalu kenyang, Anda bisa mencoba eggtart Portugis. Menu ini tidak terlalu membuat enek. Rasa manisnya pas dan cocok disajikan sambil menemani minum kopi atau teh. 

www.amwtour.com

Komentar