Serayu Jadi Tujuan Favorit Burung Migran dari Cina




Migrasi burung asal Jepang, Cina, dan Siberia terjadi setiap tahun. Burung membutuhkan suhu hangat yang bisa ditemukan di daerah tropis. Jenis burung yang bermigrasi meliputi puluhan jenis elang, burung layang-layang, dan burung air.

Berdasarkan pantauan Tempo, burung tersebut bertengger di dahan pohon pinus dan kabel saluran listrik tegangan tinggi. "Burung tersebut berasal dari sekitar Siberia, Cina, dan Jepang. Mereka terbang menempuh ribuan kilometer melalui Semenanjung Malaya, melewati Sumatera, kemudian melintasi Jawa, dan berakhir di kepulauan Nusa Tenggara," kata Timur Sumardiyanto, Koordinator Biodiversity Society Banyumas, Sabtu, 27 Oktober 2012.

Timur mengatakan, periode kedatangan migrasi burung-burung tersebut adalah Oktober-November setiap tahun. Setelah beristirahat sekitar tiga bulan, mereka akan memulai perjalanan pulang pada awal Maret.

Dalam sehari, rata-rata 800 ekor burung layang-layang api dan layang-layang loreng Asia melintas di atas Bendung Gerak Serayu. Burung-burung tersebut menggunakan kawasan hutan di sepanjang daerah aliran Sungai Serayu untuk beristirahat pada malam hari.

Menurut Timur, Sungai Serayu cukup disenangi burung migran karena melimpahnya makanan dan air. Seperti terlihat dari pantauan Tempo, burung-burung tersebut terlihat melayang di atas sawah-sawah petani untuk memakan belalang.

Selain burung pemakan serangga, burung pemakan daging atau raptor terlihat di sekitar hutan pinus. Mereka memakan burung-burung kecil yang jumlahnya ribuan, di antaranya elang alap Cina (Accipiter soloensis) dan elang alap shikra (Accipiter badius).

Timur mengatakan, jumlah burung yang terpantau belum banyak karena awal Oktober hingga saat ini masih merupakan awal periode migrasi. Perlu secara berlanjut dilakukan pengamatan sepanjang periode migrasi untuk mengetahui polanya. "Migrasi burung sangat penting untuk mengetahui perubahan kondisi lingkungan, terutama terkait geotermal. Penggundulan hutan akan berdampak pada perubahan geotermal, dan burung bermigrasi dapat menjadi indikator perubahan tersebut," kata Hariyawan Agung Wahyudi, peneliti keragaman hayati. Dia sejak 2000 memantau migrasi burung di kawasan Banyumas.

Wahyudi mengatakan, kegiatan pemantauan burung bermigrasi di Banyumas juga dilakukan di berbagai kota di Indonesia yang menjadi jalur perlintasan, yaitu Aceh dan Medan di Sumatera, Bogor dan Yogyakarta di Jawa, serta Ketapang di Kalimantan. Masing-masing pengamat bergabung dalam jaringan pengamat burung se-Indonesia, yaitu Burung Nusantara. “Kami mencoba mengenalkan migrasi burung kepada masyarakat Banyumas agar perhatian terhadap lingkungan di Banyumas bisa ditingkatkan,” kata Wahyudi.

Executive Officer Raptor Indonesia, Asman Adi Purwanto, mengatakan, elang alap Cina dan sikep madu Asia merupakan burung raptor yang terdeteksi sudah mulai masuk Indonesia. “Terakhir, burung yang dipasangi alat pendeteksi itu sudah sampai Riau,” katanya. Tempo sempat memotret sepasang sikep madu Asia di lereng Gunung Slamet. Mereka terbang tinggi di angkasa sambil bercengkerama.

Masih menurut Asman, ada empat burung yang dipasangi alat pendeteksi oleh pemerhati burung di Keio University, Jepang. Empat burung itu diberi nama Ken, Kuro, Yama, dan Nao. Posisi terakhir mereka terdeteksi di Malaysia dan Sumatera. “Jika tak ada gangguan, kemungkinan mereka seminggu lagi bisa sampai di Banyumas,” katanya.

Sikep madu berukuran sekitar 50 sentimeter. Warnanya sangat bervariasi, terang dan normal dari dua ras yang berbeda. Masing-masing meniru elang yang berbeda dalam pola warna bulu. Terdapat garis-garis di ekor yang tidak teratur. Semua bentuk memiliki tenggorokan bebercak pucat kontras, dibatasi oleh garis tebal hitam, sering dengan garis hitam mesial. Ciri khas ketika terbang adalah kepala relatif kecil menyempit, leher agak panjang, sayap panjang menyempit, dan ekor berpola. 

www.amwtour.com

Komentar