Menghabiskan Waktu di Dieng Bersama Dodi



Angin gunung terasa kencang berhembus. Dingin menusuk tulang meski tubuh memakai jaket tebal. Berbeda dengan Domba Dieng, atau yang dikenal dengan Dodi, dingin tak mengganggu aktivitas mereka untuk mencari rumput. 

"Suasananya seperti di Eropa, domba berkeliaran bebas di hijaunya rerumputan," kata Uwin Chandra, 30 tahun, wisawatan lokal yang mengunjungi Dieng, Jumat, 2 November 2012.

Pagi itu, seratusan domba Dieng dibiarkan berkeliaran di padang rumput di kompleks Candi Arjuna. Tubuhnya yang gempal membedakannya dari domba lainnya. Anak-anak domba yang berlarian ke sana-ke mari, membuat wisatawan gemas. Mereka mempunyai alternatif lain selain melihat candi yang dibangun abad ke-8 itu.

Bagi Chandra, bermain dengan domba Dieng memberi keasyikan tersendiri. Domba ini, kata dia, mudah didekati dan tidak takut dengan manusia.

Domba Dieng merupakan domba jenis Texel. Domba ini berpotensi menghasilkan daging dan bulu wol yang berkualitas.

Domba Texel merupakan binatang ternak yang jinak. Domba ini mempunyai ciri-ciri yang unik atau lain daripada domba biasanya, yaitu postur tubuh tinggi besar dan panjang. Untuk Domba Dieng jantan beratnya mencapai 100 kilogram dan 80 kilogram untuk domba Dieng betina. Sedangkan bulunya berbentuk spiral, keriting dan halus.

Domba Dieng didatangkan dari Pulau Texel Belanda pada tahun 1954. Dalam kurun waktu puluhan tahun perkembangan domba texel di dataran tinggi Dieng mencapai jumlah yang menakjubkan. Hal ini di pengaruhi oleh iklim Dieng yang mendukung dan sumber pakan yang melimpah.

Guna memenuhi kebutuhan pakan, peternak setempat memanfaatkan lahan yang kosong untuk merumput, seperti di Kompleks Candi Arjuna karena di area ini masih banyak rumput yang tumbuh lebat. "Beternak domba ini cukup meningkatkan kesejahteraan masyarakat," kata Dika, salah seorang peternak domba Dieng.

Ketua Paguyuban Masyarakat Sadar Wisata Dieng Kulon, Alif Fauzi mengatakan, domba ini merupakan keturunan domba yang hidup di Inggris dan Belanda. Di dataran tinggi Dieng, dengan suhu rata-rata 15-18 derajat celcius, domba ini bisa hidup dengan baik.

Saat ini, kata dia, sedikitnya ada 400 peternak domba jenis ini yang memelihara sekitar 17 ribu ekor domba Dieng. Selain dipasarkan di daerah Banjarnegara, domba Dieng sudah merambah hingga Sumatra. Hewan ini juga pernah dinobatkan sebagai juara nasional lomba ternak tahun 2003.

Ia menambahkan, hewan ini dapat mulai dikawinkan pada umur 8 bulan dengan betina yang telah mencapai bobot 50-60 kilogram. Satu ekor pejantan domba batur bisa mengawini sedikitnya 10 betina. Jika berhasil, domba betina akan bunting selama kurang lebih 5 bulan dengan rata-rata jumlah anak 1,5 ekor per kelahiran.

Menurut Alif, domba Dieng terbagi dalam empat kelas, yaitu kelas 1 (bobot di atas 100 kg) dihargai Rp 4 juta-Rp 5 juta per ekor, kelas 2 (bobot di atas 80 kg) dihargai Rp 1,5 juta-Rp 2 juta, kelas 3 berbobot 70-80 kg dihargai Rp 1 juta, dan kelas 4 dihargai di bawah dihargai Rp 1 juta.

Bagi dia, domba Dieng bisa menjadi salah satu alternatif wisatawan untuk menghabiskan waktu di dataran tinggi Dieng. Bercegkerama dengan domba yang lucu dan menggemaskan ini, bisa lupa waktu.

www.amwtour.com

Komentar